History of Indonesian Society of Dermatology and Venereology
Sejarah Pendidikan Perawat Anestesi
-
Sekolah Penata anestesi Kimia disahkan oleh Depkes Nomor 107/Pend/Sep 1962 tanggal 11 September 1962.
-
Akademi Anestesi Kimia disahkan Menkes nomor 92/Pend/1966 tanggal 5 Nopember 1966.
-
Akademi Anestesi Kimia disahkan oleh Kemendikbud RI nomor 37/1966 tanggal 10 Agustus 1966. (Tahun 1966-1985).
-
Akademi Keperawatan Anestesi Surabaya No.2082/Diknas/ BP/IX/1985 tanggal 12 Setember 1985 tentang penyelenggaraan Pendidikan Anestesi Surabaya (1985-1990).
-
Pendidikan Ahli Madya Keperawatan (Program Anestesi) tahun 1990-1998.
-
Akademi Perawatan (Program Anestesi) Depkes RI Tahun 1999-2001.
-
Program Study Keperawatan Anestesi Poltekkes Depkes Jakarta III dan Poltekkes depkes Surabaya tahun 2002-2004SK No : 130/MENKES/SK/II/2004.
-
Program Study Keperawatan Anestesi Poltekes Jakarta III Tahun 2007-2009.
-
Keputusan Menteri Kesehatan No. OT.01.0114006361 Tanggal 20 Maret 2008 tentang pembentukan Diploma IV Keperawatan Anestesi Reanimasi Poltekkes Yogyakarta.
==============================================================================
SEJARAH PERAWAT / PENATA ANESTESI
Di INDONESIA
1. PENDAHULUAN
Pelayanan Kesehatan khususnya Anestesi di Indonesia dimulai dari adanya tindakan 0perasi di Rumah sakit,pelaksanaan anestesi dilaksanakan oleh Juru Rawat atau Mantri Verpleiger yang diberikan pelatihan secara individual oleh ahli bedah tanpa sertifikat apalagi ijazah. Dalam pekerjaannya sehari-hari mereka dibawah pengawasan dari Dokter Operator
Dalam tulisannya Bapak Drs.Yuswana BSc.An MBA (Almarhum) seorang alumni Akademi Anestesi yang kuliah di AKNES DEPKES RI JAKARTA pada tahun 1976-1979 menyatakan bahwa Tidak ada catatan yang otentik tentang sejarah Perawat Anestesi di Indonesia, namun dari ceritera yang disampaikan oleh para orangtua generasi abad ke 19 akhir dan awal abad ke.20 dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Belanda sewaktu berkuasa di negeri ini mulai mendidik orang pribumi untuk menjadi tenaga kesehatan yang disebut “Juru Rawat” dan “Mantri Verpleiger”, ini yang dianggap sebagai “Perawat Anestesi” yang mendapat Training secara individual dan tanpa Sertifikat, namun bekerja sebagai “Anesthetist” dibawah suvpervisi Ahli Bedah. Perkembangan dari tenaga jenis ini tidak terlalu pesat jika dilihat dari segi jumlahnya, namun cukup banyak untuk ukuran orang pribumi yang tidak mudah untuk menempuh pendidikan di bidang pelayanan kesehatan.
Pada tahun 1954 seorang Dokter ahli bedah Prof.Dr. Mohammad Kelan DSAn (Almarhum) bekerja di RSUP CBZ (dikenal masyarakat sebutan rumah sakit Sibiset ) sekarang RSUPN Cipto Mangunkusumo ( dikenal luas oleh masyarakat dgn sebutan RSCM ) Jakarta adalah dokter Indonesia pertama yang mengambil Spesialis Anestesi di Amerika Serikat dan kembali ke Indonesia . kemudian melanjutkan bekerja di RSCM sebagai Ahli Anestesiolgi,dalam melakukan pelayanan anestesi dilakukan dibantu oleh “Perawat Anestesi” yang dilatih secara individual dan tanpa diberikan sertifikat.
II. LAHIRNYA PENDIDIKAN PERAWAT/PENATA ANESTESI
Pada tahun 1962 Prof.Dr.Mohammad Kelan DSAn mempunyai Ide dan konsep pendidikan perawat anestesi disampaikan kepada Ahli Anestesi lain diantaranya : Dr. Dentong Kartodisono,Prof.Dr.Muhardi Mukiman,Dr.Noto Avia, dan Dr. Ade Kalsid. Beliau-beliau sepakat untuk mendidik Pegawai yang berijazah “Perawat” menjadi “Penata/Perawat Anestesi” dengan Program kurikulum lebih banyak muatan ilmu medis meniru Pendidikan Perawat anestesi di Amerika Serikat. Gagasan itu disambut baik oleh Kepala Bagian Bedah RSUP Cipto Mangunkusumo pada saat itu Prof.Dr. Soekaryo dan beliau mendukung sepenuhnya dengan memfasiltasi untuk tenaga Dosen,alat-alat praktek,obat2an dan Ruang kuliah ukuran 4x6 meter eks Gudang kamar cuci yg berada di Lantai 2 berdinding dan berlantai kayu. Ruang kuliah tersebut cukup memadai untuk proses belajar mengajar karena Mahasiswanya baru hanya 7 (tujuh) orang berasal dari RSCM,RS Persahabatan, RSPAD Gatot Soebroto,RS PMI Bogor dan RSAL Mintohardjo. Secara Administratif pendidikan tersebut diberi nama Sekolah Penata Anestesi berkududukan di Jakarta dan pengukuhan serta pengakuan dari Departemen Kesehatan RI pada tanggal 14 September 1962 dengan SK DEPKES RI Nomor : 107/Pend./Sept 1962. Kegiatan perkuliahan diselenggarakan di RSUP CM. Jakarta . Pendidikan Penata dilaksanakan awalnya 1(satu) tahun, kemudian ditambah jadi 2 (dua) tahun sementara didaerah lain dengan perintis pelayanan Anestesi Prof.Dr.Karyadi SpAn (Almarhum) RSUD Dr.Sutomo Surabaya juga mengadakan Pendidikan(?)/Pelatihan 1(satu) tahun Perawat menjadi Penata Anestesi sesuai kebutuhan masing2
Program Pendidikan Peñata anestesi sangat membantu terselenggaranya pelayanan Anestesi di rumah sakit-rumah sakit di Indonesia karena Dokter Anestesi masih sedikit jumlahnya sementara perkembangan teknologi kesehatan termasuk Rumah Sakit baik Negeri maupun Swasta mulai berkembang pesat. Maka SDM lulusan Penata Anestesi banyak dibutuhkan terutama didaerah-daerah dan dikirimlah SDM Perawat untuk masuk ke Sekolah Penata di Jakarta dan Depkespun mulai meningkatkan Status dari sekolah Penata Anestesi menjadi Akademi Anestesi Depkes-RI dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 92/Pend/1966 dikeluarkan di Jakarta tanggal 5 Nopember 1966, lulusannya disebut Penata Anestesi dan masuk dalam rumpun keteknisian medis dan kemudian dikukuhkan pula oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan Nomior 37/1966 pada tahun yang sama, serta ditambah juga Surat Keputusan Mandikbud Nomor 5945/UU, Tentang Persamaan ijazah Pengatur Rawat DEPKES-RI sama dengan Sekolah menengah Atas Negeri, dikeluarkan di Jakarta tertanggal 10 Agustus 1966.
Pendidikan Akademi Anestesi di Depkes-RI Jakarta merupakan tempat pendidikan Perawat satu-satunya di Indonesia dalam bidang Anestesi , selain untuk meningkatkan status kepegawaian Perawat yang waktu itu setara dengan lulusan SMA, juga untuk membantu pemerintah dalam mencetak tenaga Anestesi di Rumah Sakit baik piusat maupun Rumah Sakit daerah-daerah setingkat Kabupaten. Lulusan Akademi Anestesi yang diberi nama “Penata Anestesi” mempunyai kemampuan untuk melakukan anestesi paripurna dari perawatan anestesi pre anestesi, durante anestesi dan pasca anestesi, bekerja di Rumah Sakit yang sebagian besar tidak ada Dokter Ahli anestesi dan sebagian lagi bekerja di Rumah Sakit yang ada Dokter Ahli Anestesi sebagai mitra.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi khususnya kesehatan, Akademi anestesi berupaya untuk menyesuaikan dan mengikuti perubahan-perubahan yang berkaitan dengan program-program pemerintah dibidang kesehatan khususnya pelayanan anestesi telah berkembang menjadi pelayanan anestesi dan reanimasi yang meliputi :
1. Pelayanan Anestesi
2. Pelayanan Gawat darurat
3. Terapi intensif
4. Terapi nyeri dan
5. Terapi Inhalasi.
Adapun yang menjabat sebagai Direktur Akademi Anestesi Depkes RI Jakarta adalah :
1. Tahun 1966 – 1980 Prof. Dr. Mohammad Kelan DSAn
2. Tahun 1980 – 1982 Dr. Ade Kalsid DSAn
3. Tahun 1982 – 1989 Bpk. R.O. Soepanndi BSc.An
4. Tahun 1989 - ------ Dr. Kartini Suryadi SpAn.
III. PERUBAHAN PENDIDIKAN PENATA/PERAWAT ANESTESI
Program Pendidikan Akademi Anestesi Depkes RI Jakarta berjalan dengan sangat baik sampai dengan tahun 1980-an seperti catatan yang ditulis oleh Bpk.Drs.Yuswana BSc.An MBA alumni Aknes 1979 mengutip Ceramah Prof.Dr.Mohammad Kelan DSAn dihadapan calon Mahasiswa Aknes thn 1976. Sebagai berikut :
“Yang membedakan antara saudara dan saya barangkali adalah nasib, mungkin orangtua saudara kurang mampu sehingga tidak sanggup menyekolahkan saudara ke Fakultas Kedokteran dan hanya ke Sekolah Perawat, sedangkan orangtua saya cukup mampu sehingga saya bisa masuk ke fakultas kedokteran dan menjadi dokter. Tetapi kapasitas otak saya dan saudara tidak berbeda,bahkan mungkin saudara memiliki kapasitas lebih unggul daripada saya. Oleh karena itu, saya yakin sekali saudara akan mampu untuk menerima ilmu kedokteran yang akan diajarkan kepada saudara dalam pendidikan Akademi anestesi ini, bahkan ilmu spesialis anestesi, meskipun mungkin kedalamannya sedikit berbeda. Saudara akan dididik sebagai Pembius,guna mmemenuhi kebutuhan pelayanan anestesi yang saat ini bahkan untuk jangka panjang yang tidak tahu berapa lama, masih sangat kurang. Jadi pesan saya, belajarlah dengan tekun,baik teori maupun praktek agar saudara tidak terhambat untuk lulus ujian dan menjadi perawat anestesi yang handal. Tenaga saudara sangat dibutuhkan dalam pelayanan anestesi di Indonesia.Pendidikan seperti ini juga diterapkan di Negara-negara maju seperti di Amerika Serikat dan disana Perawatnya hebat hebat, seperti dokter anestesi saudara jangan kalah dengan mereka.Selamat belajar.”
Program Pendidikan Aknes yang menggunakan kurikulum yang menyerupai program pendidikan perawat anestesi di amerika Serikat dan kompetensi yang tinggi dari para lulusannya menunjukan kualitas yang tinggi,mampu bekerja selayaknya seorang anesthetist yang professional. Memang inilah tujuan dari program pendidikan yang dikehendaki oleh Prof.Dr.Mohammad Kelan sebagai perintis Anestesi di Indonesia.
Seiring dengan berjalannya waktu dikalangan Dokter Spesialais anestesi itu sendiri terjadi pro dan kontra terhadap konsep Pendidikan yang berhasil dibangun oleh Prof Kelan, bagi yang tidak setuju dengan Pendidikan Aknes , mereka beralasan bahwa :
1. Ilmu medis yang diajarkan kepada mahasiswa Aknes terlalu banyak sedangkan basic mereka hanya Perawat.
2. Lulusan dari Aknes ada yang arogan merasa sebagai penguasa tunggal di Rs daerahnya sehingga dokter anestesi yang baru lulus tidak boleh masuk.
3. Untuk Perawat Anestesi yang bisa mendampingi dokter anestesi cukup diberi ilmu anestesi 40 sks saja dan bisa diberikan dengan inhause training
Selanjutnya IAAI ( Ikatan Ahli Anestesiologi Indonesia) melalui ketua umumnya Prof.Dr.Karyadi SpAn (Almarhum) pada acara Munas IKLUM (Ikatan Alumni) dengan Ketua Umumnya Bpk Drs. I Ketut Sangke Yudhistira BSc.An SH.tahun 1983 di Wisma YTKI Jl.Gatot Soebroto Jakarta, mengusulkan agar Penata Anestesi masuk kedalam Rumpun Keperawatan, karena peran dan fungsi perawat ada 3 yaitu. 1.Caring Rolle,2. Therapeutic dan 3.Coordination. Dan Presatuan Perawat Nasional Indonesia melalui Ketua Umumnya pada waktu itu Bpk.H.Oyo Radiat menerima dengan senang hati Penata anestesi masuk rumpun PPNI dan pada Tahun 1986 pada Munas IKLUM terbentuklah Organisasi Profesi yang bernama Ikatan Perawat Anestesi Indonesia disingkat IPAI dengan Ketua Umumnya yang Pertama adalah Ibu.Dra.Hj. Susbandiyah BSc.An
Beberapa waktu kemudian IAAI dengan beberapa point alasan diatas, meminta kepada Departeman Kesehatan agar pendidikan Akademi Anestesi ditutup saja , karena perawat tidak perlu pendidikan dan perawat anestesi sudah cukup dengan pelatihan. Depkes bertanya kepada IAAI apakah ahli anestesi sudah cukup untuk memenuhi pelaksanaan pelayanan anestesi di seluruh Rumah Sakit Indonesia sampai tingkat Kabupaten ? dankarena jumlah dokter Ahli Anestesi masih terbatas di kota-kota besar saja maka dijawab tidak bisa karena Dokter Anestesi belum cukup. Kemudian Depkes mengeluarkan Surat Perintah kepada IAAI agar seluruh Fakulas Kedokteran yang menyelenggarakan PPDS Anestesi harus mendirikan Akademi Perawat Anestesi , dan kepada dokter Residen anestesi yang mau ujian akhir harus mengajarkan ilmu anestesi ke Mahasiswa Akpernes. Maka dibuka lah program pendidikan Perawat Anestesi di Jakarta,Bandung,Surabaya dan Semarang pada thn 1985, yang berlanjut hanya 3 kota Jakarta,Bandung dan Surabaya sementara Semarang hanya menerima 2-3 angkatan saja.
Pedidikan Akademi Perawatan Anestesi ( Akpernes ) di Kota Jakarta, Bandung, Surabaya dan Semarang terus mencetak Perawat Anestesi yang handal dengan kurikulum yang tidak jauh berbeda dengan Akademi Anestesi, dan dikalangan IAAI yang kemudian berganti nama menjadi IDSAI ( Ikatan Dokter Anestesi Indonesia ) kembali terjadi pro kontra terhadap kurikulum Pendidikan yang masih menggunakan kirikulum lama ( di kampus Aknes jl.Kimia 22-24 Jakarta papan nama masih AKADEMI ANESTESI DEPKES-RI ) dan puncaknya pada tahun 1989 Direktur Aknes Bpk. R.O Soepandi BSc, digantikan oleh Dr. Kartini Suryadi DSAn. Dan mulailah Beliau merombak Staf Akademik dengan merekrut SDM Keperawatan dari PPNI yang ahli dalam bidang ilmu Keperawatan.Kurikulum Ilmu Anestesi makin dipangkas karena dari PPNI kalau yang dinamakan Perawat Harus menyelesaikan Ilmu Keperawatan minimal 102 SKS baru bisa masuk dan diterima di Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) pada waktui itu, dan sisanya silakan ilmu lain sebagai warna saja.
Perubahan kurikulum yang diterapkan di Akpernes membuat “GALAU” para Mahasiswa Akpernes baik di Jakarta, Bandung dan Surabaya karena tidak sesuai dengan harapan baik buat Mahasiswa itu sendiri maupun yang diharapkan oleh Rumah Sakit pengirim dari Daerah, karena yang diharapkan oleh rumah Sakit daerah adalah alumni dari Akpernes bisa mengisi sebagai pelaksana pelayanan Anestesi yang tidak/belum didisi oleh Dokter Anestesi, begitu pula untuk Rumah Sakit Umum Pusat dan Swasta di Kota-kota besar diharapakan alumni Akpernes dapat melaksanakan pelayanan Anestesi sebagai anggota Team di kamar operasi,bersinergi dan bermitra dengan Dokter Anestesi.
Keadaan pendidikan Akpernes yang tidak sesuai dengan harapan Mahasiswa membuat para generasi penerus yang sedang tumbuh berkembang tersebut menjadi berpikir sangat kritis dan menuangkan dengan tindakan “BERDEMONTRASI” menuangkan pemikiran dan usulan mereka baik ke Direktur Akpernes maupun ke Depkes c.q Pusdiknakes dan itu terjadi dimasing-masing Kampus Jakarta,Bandung dan Surabaya maupun secara bersama-sama berdemo di Pusdiknakes Hasil dari Demo-Demo Mahasiswa maka Pusdiknakes mengijinkan penambahan Ilmu Anestesi selama 6 (enam) bulan atau Satu semester kepada Mahasiswa Akpernes.Hal tersebut selalu terjadi setiap tahun mulai th 1991 sampai dengan tahun 2003dan pada tahun 2004 Akpernes Jakarta,Bandung dan Suarabaya “DITUTUP” tidak menerima Mahasiswa baru lagi.
Pada tahun 2007 dengan beberapa usulan dari Staf Poltekkes Jakarta 3 akhirnya Pusdiknakes kembali mengijinkan membuka lagi Diploma III Program Studi Keperawatan Anestesi di Jakarta, dan menerima Mahasiswa dari lulusan SMA. Sesuai Brosur dari Poltekkes Jakarta III Mahasiswa/I akan kuliah di program studi keperawatan anestesi dan diberikan 24 SKS mata kuliah Anestesi selama 6 (enam) semester masa perkuliahan baik teori maupun praktek, tetapi kenyataannya mereka hanya menerima 16 SKS Anestesi sehingga tidak cukup untuk menjadi seorang Perawat Anestesi, hal itu terus terjadi hingga 3 ( tiga ) angkatan th 2009 dan setelah itu tidak menerima Mahasiswa baru lagi. Mahasiswa tersebut juga sama dengan seniornya tidak puas menerima ilmua anestesi hanya sedikit, hanya mereka tidak berdemo secara besar2an karena mereka masih remaja dan Organisasi Profesi dalam hal ini IPAI bisa menenangkan Mahasiswa dan menjembatani antara Mahasiswa dan Pusdiknakes apa yang diinginkan Mahasiswa disampaikan ke Pusdiknakes BPPSDM
Pada tahun 2011 dan 2012 Ikatan Perawat Anestesi Indonesia mendapat perintah dari Pusdiknakes untuk menyelenggarakan Pelatihan Ilmu Anestesi kepada Alumni Program studi Keperawatan Anestesi dan dilaksanakan secara marathon terus menerus selama 3 (tiga) bulan baik Teori maupun Praktek, Untuk Teori thn 2011 bekerjasama dengan Bagian Anestesi dan terapi intensif RSCM dengan dosen-dosen dari UI dan Praktek bekerjasama /MoU dengan Bag. Anestesi RS Persahabatan,RSUD KOJA, RSUD Tangerang,RSUD Cibinong Bogor, RS PMI Bogor,RSUD Bekasi,RSAU Halim Perdana Kusuma,RSUD Karawang. Untuk Gelombang kedua thn 2012 untuk Teori diselenggarakan kerjasama dengan Bag. Anestesi RS Pusat Fatmawati Jakarta dengan lahan Praktek bekerjasama dengan Rumah Sakit Rumah sakit seperti Gelombang pertama ditambah dengan Rumah Sakit Umum Daerah BAYU ASIH Purwakarta.
Sejak ditutupnya Akpernes di 3 (tiga) sentra Pendidikan Anestesi Jakarta,Bandung dan Surabaya tahun 2004 Organisasi Profesi IPAI berusaha terus untuk mengajukan permohonan kepada Institusi terkait maupun Pemerintah untuk bisa dibuka lagi Pendidikan Keperawatan Anestesi di Indonesia, dan pada akhirnya ada secercah harapan karena pada tahun 2007 berkat perjuangan dan loby-loby di Poltekkes Jogjakarta akhirnya dibuka Diploma IV Keperawatan Anestesi dan Reanimasi Walaupun sejak thn 2012/2013 tidak menerima Mahasiswa baru lagi, dan direncanakan thn 2015 akan dibuka kembali.
IV . SEJARAH PERKEMBANGAN PROFESI PENATA/PERAWAT ANESTESI INDONESIA
1. Ikatan Alumni Penata Penata Anestesi (IKLUM)
Setelah banyaknya Alumni Sekolah Penata Anestesi dan Akademi Anestesi Depkes RI Jln. Kimia 22-24 Jakarta, pada tahun 1970an maka mereka berkumpul untuk membentuk perkumpulan dari para alumni SPA dan Aknes dari mulai angkatan pertama sampai ke 4 antra lain : Bpk. Suken S BScAn (Alm), Bpk Drs. Amin Jusuf BSc.An,(Alm), Bpk. Drs.Ketut sangke yudhistira BSC.An SH, Bpk. R.O. Soepandi BSc.An, Bpk. Anshori Hasan BSc.An akhirnya disepakati namanya adalah : IKLUM singkatan dari Ikatan Alumnidari AKNES Jakarta, awal nya Ketua umumnya Bpk Drs.Amin Jusuf BSc.An, Penata Anestesi RSCM Jakarta terakhir bekerja di Bagian Therapi Inhalasi Bagian Anestesi RSCM, kemudian mengadakan kongres Iklum di Wisma YTKI Jalan Gatot Soebroto Jakarta., dalam acara Kongres dan acara symposium anestesi.. mulai dianjurkan oleh IAAI agar peñata anestesi masuk ke dalam Rumpun keperawatan dan Organisasinya berada dibawah Persatuan Perawat Nasional Indonesia ( PPNI ), waktu itu IKLUM
masih berjalan dengan tertatih-tatih karena anggotanya sedikit dan tersebar diseluruh Indonesia, Kemudian pada waktu Musyawarah Nasional (bulan dan tahun nya tidak ada catatan ) diganti Ketua Umumnya oleh Bpk Drs. Ketut Sangke Yudhistira BSc Penata Anestesi di RSUD Karawang Jabar sampai dengan tahun 1986 dimana ada pergantian nama menjadi Ikatan Perawat Anestesi Indonesia ( IPAI ).
2. Ikatan Perawat Anestesi Indonesia ( IPAI )
Pada tanggal 1 Oktober 1986 IKLUM mengadakan Kongres Luar biasa karena ada desakan dari IAAI agar organisasi IKLUM masuk ke organisasi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dengan perdebatan cukup “Seru” akhirnya Ikatan Alumni Aknes Jakarta ( IKLUM ) dirubah namanya menjadi Ikatan Perawat Anestesi Indonesia disingkat IPAI. Ikatan Perawat Anestesi In donesia ( IPAI ) mulai berjalan tidak seperti layaknya Organisasi Profesi lain yang Mandiri,inikarena situasi dan kondisi yang kurang kondusif masih dibawah bayang-bayang organisasi Profesi lain yaitu PPNI ,sementara pekerjaan Perawat anestesi itu tindakan keperawatannya hanya sedikit, lebih banyak Tindakan Medis, semestinya organisasi IPAI bisa Mandiri Pembinanya adalah IAAI.
Pada tahun 1994 Musyawarah Nasional Pertama Ikatan Perawat Anestesi Indonesia diselenggarakan di Jakarta tepatnya di Auditorium RS KANKER Nasional DHARMAIS.Dalam Munas nya yang pertama terpilih sebagai Ketua Umum IPAI Periode 1994-1999 Ibu Dra.HJ. Susbandiyah BSC.An. Organisasi IPAI dengan Ketua Umum Ibu Susbandiyah menjadi tantangan yang sangat berat bagi IPAI, karena disamping masalah Pendidikan Akpernes yang berlarut-larut dengan adanya kurikulum yang tidak sesuai dengan harapan baik bagi Mahasiswa maupun Insitusi pengirimnya, juga Tantangan berat dari Organsiasi yang terkait dengan IPAI. PPNI dalam hal pendidikan memaksakan bahwa kalau mau disebut Ahli Madya Keperawatan dari 110 SKS yg harus diselesaikan makal ilmu keperawatan yg wajib diikuti dan lulus adalah 102 SKS, sedangkan sisanya yang 8 SKS boleh yang lain sebagai warna saja… Keadaan seperti ini tentu saja membuat para Mahasiswa Akpernes “GERAM” dan tidak “PUAS” maka mulailah Mahasiswa mempertanyakan kurikulum baik ke Insitusi maupun atasan Institusi dalam hal ini Pusdiknakes,karena jumlah Mahasiswanya banyak maka disebut Demonstrasi untuk meluluskan permintaannya.
Pada Periode kepengurusan DPP IPAI 1994-1999 berbagai usaha dan cara DPP IPAI untuk mengusulkan agar SKS Anestesiologi lebih banyak selalu menemui jalan buntu.. pernah DPP c.q. Ibu Susbandiyah dan Ibu Sulastri menyusun kurikulum Akpernes dan dikonsultasikan ke CHS Prof. Ma’rifin, dan beliau pun Setuju, akan tetapi Tetap saja tidak bisa dijalankan
3. Ikatan Penata anestesi Indonesia (IPAI)